JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat
sulit diharapkan mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga
tersebut dan melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan politikusnya di
DPR diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran
karena mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti
dalam kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi.
“Setidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans menjadi contoh konkret
bahwa praktik mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya kita berharap pada
politikus untuk memberantas korupsi karena mereka juga terjebak pada agenda dan
kepentingan pragmatis,” kata Koordinator Divis Korupsi Politik Indonesia
Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta, Senin (12/9).
Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap anggota DPR Wa
Ode Nurhayati. Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru memproses yang bersangkutan
meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower). BK DPR tak
pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan Wa Ode.
“Parpol dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong
semacam ini, jadi sulit mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran,” kata
Abdullah.
Abdullah mengatakan, praktik mafia anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya
dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam
perencanaan, orang di lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk
mendapatkan program atau wilayah proyek DPID. “Tentunya dengan imblana fee
tertentu,” katanya.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui
DPR dalam kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Dalam kasus
suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas DPR dan pemerintah saling
mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah.
“Harus ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit
. Keduanya saling membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk
biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan
uang untuk membantu partai politiknya. (BIL)
Pembahasan
Dalam artikel Penyelewengan Anggaran yang
tertulis pada harian kompas, rabu, 14 September 2011 terdapat beberapa
pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi. Diantaranya adalah sebagai berikut
:
1. Prinsip pertama : Tanggung Jawab Profesi
Terdapat pelanggaran dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya. Di mana Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa diharapkan mau
membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut yang
melibatkan pejabat pemerintah. Justru partai politik dan politikusnya yang
berada di DPR malah diuntungkan dengan kondisi yang tidak terungkapnya praktik
mafia anggaran yang terjadi akhir-akhir ini.
2. Prinsip Kedua : Kepentingan Publik
Pada kasus kemenpora dan kemnakertrans yang menjadi
contoh praktik mafia anggaran secara konkret seharusnya di berantas tetapi
kenyataannya tidak juga diselesaikan, karena mereka yang duduk di kursi DPR
juga terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis. Di mana sangat
mengsampingkan kepentingan publik, yang seharusnya setiap anggota berkewajiban
untuk senantiasa bertindak dalam rangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme, justru tidak
ditunjukkan sebagai dedikasi mereka.
3. Prinsip Ketiga : Integritas
Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua
keputusan yang diambilnya. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip. Dalam praktik mafia anggaran yang coba
diungkap oleh anggota DPR justru oleh Badan Kehormatan DPR dianggap telah
merusak reputasi DPR itu sendiri, malahan memproses yang bersangkutan saja yang
mengungkapkannya, dan tidak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan telah
melakukan kecurangan.
4. Prinsip Keempat : Obyektivitas
Obyektifitas merupakan suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota dimana diharuskan untuk
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka,
serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
Dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di kemnakertrans,
ternyata penyelewengan sudah dimulai dari perencanaannya, di mana orang dalam
lingkaran mentri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau
wilayah proyek DPID, dengan imbalan fee tertentu. Jelas sekali
melanggar prinsip obyektifitas di mana anggota seharusnya tidak boleh menerima
hadiah apapun yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
5. Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Dalam pemeliharaan kompetensi profesional,
anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya
kendali mutu atas pelaksanaan jasa professional yang konsisten dengan standar
nasional dan internasional. Tetapi di sini terdapat adanya pengungkapan oleh
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran dimana anggaran yang telah disetujui DPR pada kenyataannya tidak
diberikan ke daerah secara gratis. Jelas disini untuk kasus suap di Kemenpora
dan Kemnakertrans, DPR dan pemerintah mengambil uang dari anggaran karena
keduanya saling butuh dana. Dimana Pejabat di kementerian membutuhkan uang
untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka dan Menteri juga
membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya. Padahal seharusnya anggaran
tersebut semestinya diberikan ke daerah yang bersangkutan. Berarti disini terjadi
kelalaian dimana kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi
tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Prinsip Ketujuh : Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendeskritkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku profesi harus
dipenuhi anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya. Tetapi di sini baik
anggota DPR maupun pemerintah itu sendiri melakukan penyelewengan dana dengan
mengambil uang dari anggaran negara yang menunjukkan perilaku yang tidak
profesional. Maka Jelas dalam artikel ini mengungkapkan adanya pelanggaran pada
prinsip perilaku profesional.
7. Prinsip kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang dikeluarkan oleh
badan pengatur dan peraturan perundang-undangan yang relevan. Jelas pihak-pihak
yang terkait dalam kasus praktik mafia anggaran telah melanggar peraturan
perundang-undangan dan melanggar sumpahnya yang telah diikrarkan pada saat
pengangkatan jabatan karena telah menyalahgunakan wewenangnya untuk mengambil
keuntungan pribadi dengan tidak mengindahkan standar teknis dan standar
profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar