FALLING LOVE

Minggu, 25 November 2012

Tugas Softskill bulan november : Bagaimana Budaya Organisasi Dapat Mempengaruhi Perilaku Etis


Pada saat ini istilah budaya organisasi banyak digunakan dalam organisasi perusahaan, bahkan beberapa perusahaan memasang tulisan yang menunjukkan budaya organisasi mereka di tempat-tempat yang menarik perhatian. Misalnya di depan pintu masuk kantor, atau di dekat tempat para karyawan melayani pelanggan. Konsep budaya organisasi mulai berkembang  sejak awal tahun 1980-an. Konsep budaya organisasi diadopsi dari konsep budaya yang lebih dahulu berkembang pada disiplin ilmu antropologi (Sobirin, 2007:128-129).
Budaya organisasi menurut Schein dalam Sobirin (2007:132) adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi.

Bagaimana Budaya Organisasi Terbentuk
Robbins (2003:729)  menyatakan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendiri hanya memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang memiliki pola pikir sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi berhasil, maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi.
Robbins (2003:724) membedakan budaya yang kuat dan budaya yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada perilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-over karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan maksud tersebut selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen organisasi.

Contoh Kasus Pada Enron Corp :

Budaya etis organisasi mendapat perhatian yang semakin besar, terutama setelah terungkapnya budaya tidak etis Enron Corp. yang membawa kebangkrutan serta kepailitan besar di AS pada akhir tahun 2001. Budaya tidak etis Enron Corp. tersebut berupa penekanan yang berlebihan terhadap pertumbuhan laba perusahaan, juga penekanan imbalan kepada karyawan yang semata-mata berupa bonus uang. Bahkan salah seorang CEO-nya, Jeff Skilling, mengatakan bahwa segala sesuatu dapat diselesaikan dengan uang di Enron. Termasuk loyalitas pun bisa dibeli dengan uang. Oleh karena itu berkaitan dengan etika, Robbins (2003:740) memberikan saran untuk menciptakan budaya yang etis dengan cara sebagai berikut :
1.   Menjadi model yang kelihatan; karena karyawan akan melihat perilaku manajemen puncak sebagai tolok ukur merancang perilaku yang tepat. Bila manajemen senior terlihat suka mengambil perilaku atau cara-cara yang etis, maka hal ini memberikan kesan yang kuat bahwa kaidah etis diharapkan untuk diikuti karyawan.
2.    Komunikasikan harapan etis; karena ambiguitas etis bisa diminimalisir oleh penyebaran kode etik organisasi. Kode etik tersebut harus menetapkan nilai-nilai utama organisasi dan kaidah etis yang diharapkan untuk diikuti karyawan.
3.    Berikanlah pelatihan etis; dalam bentuk lokakarya, seminar, dan program-progam pelatihan etis. Gunakanlah sesi pelatihan untuk mendorong standar perilaku organisasi, untuk mengklarifikasi praktik apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dan juga untuk mengajukan dilema etis yang mungkin dihadapi oleh para karyawan.
4.    Berikanlah imbalan terhadap perilaku etis, dan hukuman terhadap perilaku tidak etis. Penilaian kinerja karyawan haruslah mencakup sarana yang diambil untuk mencapai sasaran dan hasil, dan juga perilaku etika yang bersangkutan. Tindakan etis, masuk dalam penilaian positif kinerja sedangkan perilaku tidak etis harus mendapat hukuman secara kasat mata.
5.    Sediakanlah mekanisme yang bersifat melindungi karyawan yang melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut ditegur. Sangat penting bagi organisasi untuk mengadakan konselor etik, obudsmen, atau pejabat etik.

 sumber : mercubuana.ac.id

♥ THANKS FOR READING ♥

Jumat, 19 Oktober 2012

Tugas softskill minggu ke 4 ( bulan oktober )


Bribery dapat di artikan juga sebagai tindakan suap kepada seseorang maupun suatu lembaga dengan tujuan untuk keuntungan pribadi maupun kelompok. sebagai contoh tindakan suap yakni  pada kasus;

JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat  sulit diharapkan mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut dan melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan politikusnya di DPR diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran karena mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti dalam kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
            “Setidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans menjadi contoh konkret bahwa praktik mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya kita berharap pada politikus untuk memberantas korupsi karena mereka juga terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis,” kata Koordinator Divis Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta, Senin (12/9).
            Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap anggota DPR Wa Ode Nurhayati. Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru memproses yang bersangkutan meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower). BK DPR tak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan Wa Ode.
            “Parpol dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong semacam ini, jadi sulit mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran,” kata Abdullah.
            Abdullah mengatakan, praktik mafia anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam perencanaan, orang di lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau wilayah proyek DPID. “Tentunya dengan imblana fee tertentu,” katanya.
            Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui DPR dalam kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Dalam kasus suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas DPR dan pemerintah saling mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah.
            “Harus ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit . Keduanya saling membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya. (BIL)
Pembahasan
Dalam artikel Penyelewengan Anggaran yang tertulis pada harian kompas, rabu, 14 September 2011 terdapat beberapa pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Prinsip pertama : Tanggung Jawab Profesi
Terdapat pelanggaran dalam melaksanakan tanggung-jawabnya. Di mana Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa diharapkan mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut yang melibatkan pejabat pemerintah. Justru partai politik dan politikusnya yang berada di DPR malah diuntungkan dengan kondisi yang tidak terungkapnya praktik mafia anggaran yang terjadi akhir-akhir ini.
2. Prinsip Kedua : Kepentingan Publik
Pada kasus kemenpora dan kemnakertrans yang menjadi contoh praktik mafia anggaran secara konkret seharusnya di berantas tetapi kenyataannya tidak juga diselesaikan, karena mereka yang duduk di kursi DPR juga terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis. Di mana sangat mengsampingkan kepentingan publik, yang seharusnya setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam rangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme, justru tidak ditunjukkan sebagai dedikasi mereka.
3. Prinsip Ketiga : Integritas
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima  kecurangan atau peniadaan prinsip. Dalam praktik mafia anggaran yang coba diungkap oleh anggota DPR justru oleh Badan Kehormatan DPR dianggap telah merusak reputasi DPR itu sendiri, malahan memproses yang bersangkutan saja yang mengungkapkannya, dan tidak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan telah melakukan kecurangan.
4. Prinsip Keempat : Obyektivitas
Obyektifitas merupakan suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota dimana diharuskan untuk bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di kemnakertrans, ternyata penyelewengan sudah dimulai dari perencanaannya, di mana orang dalam lingkaran mentri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau wilayah proyek DPID, dengan imbalan fee tertentu. Jelas sekali melanggar prinsip obyektifitas di mana anggota seharusnya tidak boleh menerima hadiah apapun yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
5. Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Dalam pemeliharaan kompetensi profesional, anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa professional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional. Tetapi di sini terdapat adanya pengungkapan oleh Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran dimana anggaran yang telah disetujui DPR pada kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Jelas disini untuk kasus suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, DPR dan pemerintah mengambil uang dari anggaran karena keduanya saling butuh dana. Dimana Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka dan Menteri juga membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya. Padahal seharusnya anggaran tersebut semestinya diberikan ke daerah yang bersangkutan. Berarti disini terjadi kelalaian dimana kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Prinsip Ketujuh : Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendeskritkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku profesi harus dipenuhi anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya. Tetapi di sini baik anggota DPR maupun pemerintah itu sendiri melakukan penyelewengan dana dengan mengambil uang dari anggaran negara yang menunjukkan perilaku yang tidak profesional. Maka Jelas dalam artikel ini mengungkapkan adanya pelanggaran pada prinsip perilaku profesional.
7. Prinsip kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang dikeluarkan oleh badan pengatur dan peraturan perundang-undangan yang relevan. Jelas pihak-pihak yang terkait dalam kasus praktik mafia anggaran telah melanggar peraturan perundang-undangan dan melanggar sumpahnya yang telah diikrarkan pada saat pengangkatan jabatan karena telah menyalahgunakan wewenangnya untuk mengambil keuntungan pribadi dengan tidak mengindahkan standar teknis dan standar profesional.


♥ THANKS FOR READING ♥